Mawar, tahukah Kau isi hatiku selama ini ? Aku akan selalu mencintaimu tak peduli berapa lama aku harus menunggu dirimu, maafkan aku jika telah lancang berbicara ini padamu ”. Begitulah ucap seorang pria kepada seorang gadis bernama Mawar, di suatu kesempatan.
Mawar Estefania Wijaya. Begitulah satu sekolah memanggilnya. Mawar adalah putri dari Bapak Wijaya yang sangat dihormati dan disegani oleh banyak orang karena merupakan keturunan darah biru. Di sekolah, karena kecerdasan otaknya, ia menjadi anak emas para guru. Selain itu, ia pun menjadi sosok idola di teman sebayanya, dan idaman para kaum Adam karena kecantikan wajah dan kelembutan sikap serta hatinya.
Namun dibalik kesempurnaan hidupnya, ada suatu hal yang membuat Mawar menjadi anak yang amat pendiam dan cenderung menutup diri serta hatinya dari seorang pria.
Suatu ketika, Mawar sedang berjalan dengan Bi Inah, pembantunya untuk pergi ke pasar. Ada seorang pria mencoba mendekatinya dan memegang tangannya tapi naas, hanya dalam hitungan detik pria tersebut sudah babak belur karena bogem mentah yang bertubi-tubi dari bodyguard utusan ayahandanya. Semenjak kejadian itu, Mawar tidak diperbolehkan lagi untuk keluar rumah, kecuali dengan ayah beserta bodyguard-nya. Begitulah sikap seorang ayah yang ingin melindungi putrinya dari lebah dan kumbang yang di anggap “liar”.
Bagaimanapun Mawar juga layaknya wanita biasa yang punya hati dan perasaan untuk mencintai dan dicintai. Seorang pria bernama Ariza, adalah seorang pengagum Mawar Estefania Wijaya, hari-harinya hanya penuh dengan sebuah nama Mawar, Mawar, dan Mawar. Rasanya tiada detik berlalu tanpa Mawar. Setiap pagi dia selalu mengirim buket bunga mawar merah di bangku gadis pujaannya.
“Mawar dari siapa ini ? Salva, kamu tahu siapa yang mengirim mawar merah ini ? “ seraya memegang mawar tersebut.
“Mana aku tahu Ma, kan tadi aku masuk bareng sama kamu? mungkin dari penggemar rahasia kamu kali!!! Cie.....cie....”
“ Kamu jangan nglantur dech Va !!! Mawar tersipu malu, sampai saat ini Mawar sering sekali mendapat kiriman buket bunga. Entah berapa puluh bunga mawar yang selalu ada di meja setiap pagi dan menyapa Mawar. Sampai akhirnya Altaterino Ariza tak tahan lagi untuk menahan rasa yang sudah bergejolak lama di hatinya.
Hingga suatu saat Ariza pun memberanikan diri untuk bertemu dengan Mawar dan mengungkapkan rasa cinta yang sudah dia pendam selama ini.
“ Kamu siapa?" Mawar terkejut
“ Aku adalah penggemar rahasiamu yang selama ini hanya mengagumimu lewat mawar-mawar yang ku kirimkan. Aku tahu perbuatanku memang sudah lancang, tapi sekarang aku sudah tidak kuat untuk menahan rasa cinta ini padamu, aku sangat mencintai kamu Ma...”. Mawar hanya tertegun dan tertunduk malu, sampai akhirnya Mawar berpaling dan pergi. Ariza bingung dan gelisah ia takut apakah perkataannya tadi ada yang menyinggung hatinya ? Dia pun tak tahu.
Sepucuk surat sudah berada di tangan Ariza, tangannya pun gemetar seraya membuka surat putih itu. Surat surat itu adalah dari Mawar dan berisi jawaban bahwa Mawar tidak bisa membalas cintanya. Badannya seakan lemas setelah membaca surat itu, bagai kapas yang melayang tertiup angin matanya pun mulai berkaca-kaca dan mengeluarkan tetesan bening yang membasahi pipinya.
--*--
(Beberapa tahun kemudian)
Ariza sedang di depan rumah menikmati semilir angin dalam lamunannya, datanglah seorang tukang pos yang datang membawa sepucuk surat undangan. Bagaikan petir di siang bolong yang menyambar hatinya ketika ia membaca nama Mawar dan Dira, yang akan menikah pada minggu ini tiba-tiba matanya menjadi buram tak jelas dan gelap.
Saat membuka mata, Ariza hanya melihat langit-langit putih dan banyak orang di dekatnya. “Di mana Aku ?” matanya belum seratus persen terbuka. “ Akhirnya kamu sadar juga Za, kamu tadi pingsan dengan menggenggam surat undangan ini dari siapa ini Za ?” tanya ibunda Ariza.
Setelah mendengar kata-kata ibunya, dia teringat kembali dengan surat itu, Hatinya pun kembali perih, batinnya terasa teriris menerima kenyataan bahwa gadis pujaannya akan mengikat janji suci dengan lelaki lain dan akan menjadi milik orang lain untuk selamanya.
Satu minggu berselang hari yang tidak di inginkan Ariza pun telah tiba.
Mawar dan Dira pun telah menjadi sepasang suami istri dan itu ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Detik menjadi menit, menit menjadi jam, jam menjadi hari, hari-hari pun merangkai waktu menjadi bulan, bulan-bulan pun berganti tahun, tahun-tahun pun terus berjalan hingga 20 tahun. Selama itu pun Ariza masih tetap setia dalam penantian cintanya pada Mawar, entah mengapa banyak orang terdekatnya menganggap ia stres dan depresi. Wajahnya telah menampakkan garis keriput matanya pun tak sejernih dulu saat melihat, tatapanya pun sayu dan kosong .
Hingga pada suat hari, tanpa sengaja Ariza bertemu dengan Mawar gadis pujaan yang dulu ia puja dan selalu ia nantikan. Mata Ariza pun berbinar-binar walaupun sudah bertahun-tahun lamanya rasa cinta yang dulu masih sama dan tidak berubah.
“Mawar.” Wanita itu pun menoleh
“Kamu... “ Tiba-tiba seorang anak berusia 10 tahun menghampiri Mawar
“Bunda .... ayo kita pulang !" Bibir Ariza yang semula tersungging senyum kini berubah menjadi kerutan di dahinya. Dalam hatinya ia bertanya-tanya.
“Mengapa anak itu memanggil Mawar dengan bunda, apakah itu anaknya?”
Serasa tak percaya Ariza rasakan, dadanya terasa sesak, penuh dengan ketidakpastian. Seseorang yang selama ini ia nantikan ternyata telah mempunyai sesosok raja kecil dalam rumah tangganya, buah hati dari cintanya dengan hati yang lain.
Pedih rasanya melihat kenyataan itu ia tak sanggup menghadapinya hatinya begitu sakit, sungguh ia tak mampu meredam kepedihan hatinya karena penantian yang telah lama terasa sia-sia saja. Namun cintanya tak lekang hanya karena waktu, tak padam hanya karena banyaknya badai yang menghadang, tak kalah dengan batu karang yang selalu tumbuh walau banyak ditempa dan dihempas gelombang. Ariza tetap mencintai Mawar, walau apapun yang terjadi sungguh besar cinta kepada Mawar.
Benang, detik dan menit terus berjalan memintal kain waktu.
Pada suatu hari, Mawar sedang memasak di dapur. Sejak tadi pagi ia melihat hal yang aneh pada suaminya, tak biasanya ia bangun dan langsung memeluk istrinya Mawar sambil berbisik “I LOVE YOU Istriku”. Tak biasanya pula ia mencium kening Mawar, pagi itu juga rasanya ada yang terasa ganjil ketika suaminya hendak berpamitan untuk pergi ke kantor, senyum yang sangat indah dan rupawan yang tak pernah ia lihat walau sudah 45 tahun lamanya bahkan hampir 46 tahun.
Dering telepon rumah Mawar berbunyi, dengan perlahan ia mengangkat gagang telepon berwarna keemasan dengan model klasik tersebut.
“Selamat pagi, apakah ini benar dengan keluarga tuan Dira ?” ucap seorang perempuan.
“Iya benar, dengan siapa saya bicara?” jawab Mawar.
“Ini dengan nyonya Dira ya? Begini, tadi suami ibu telah mengalami kecelakaan dan sekarang dalam keadaan kritis, suami ibu dirawat di Rumah Sakit Siloam, segera ibu kesini dan terima kasih.”
Tanpa menjawab, gagang telepon itu langsung menjuntai ke bawah dan terjatuh,
Mawar syok mendengar kabar tersebut. Ia langsung bergegas menuju ke RS yang di sebutkan tadi,.
Sesampainya di ruang ICU ia langsung berlari menuju ke tempat suaminya di baringkan. Mawar menangis dan sesekali mengecup kening suaminya. Alat monitor jantung terus berjalan naik turun seirama dengan nada kehidupan suaminya yang di ujung sakaratul maut. Setelah menunggu beberapa menit denyut jantung suaminya semakin melemah dan nafasnya tak beraturan, kondisinya semakin tegang ketika monitor jantung tersebut tak berjalan normal kembali melainkan terdengar bunyi tttttiiiittttt...... dan Mawar langsung memanggil dokter untuk segera menolong suaminya.
Dokter segera bertindak dan mengambil alat pacu jantung untuk menolong hidup suaminya, detik-detik menegangkan itu pun telah berakhir seiring kepergian suaminya untuk selama-lamanya.
Suasana duka tampak menyelimuti rumah Mawar. Baju serba hitam yang dikenakannya dan termasuk orang-orang yang berada di rumahnya untuk menyampaikan bela sungkawa atas kepergian Tuan Dira.
Mawar dan anak-anaknya tampak tertegun melihat jasad suaminya, tiba-tiba saat jenazah selesai dimakamkan ada seorang lelaki tua melihat mawar dengan mata berbinar walaupun garsis keriputnya sangat tampak jelas. Lelaki itu memandang Mawar lekat-lekat, tnapa sepatah katapun yang terucap dari bibirnya, bibirnya hanya terkatup menahan dan turut merasakan apa yang sedang dirasakan mawar.
Walaupun bukan siapa-siapa dihati Mawar, Ariza merasa tak rela melihat air mata sang pujaan hatinya seakan teriris melihat mawar rapuh seperti itu, setelah jenazah dikebumikan Ariza mendekati Mawar dengan langkah yang pasti. Mawar melihat Ariza dan berkata “ Kamu, bagaimana kamu bisa ada disini?” Ariza terperanjat mendengar pertanyaan dari Mawar, lalu menjawab “aku turut berbela sungkawa atas kepergian suamimu, dan aku berharap kau dapat ikhlas dan tabah Dewiku”.
Mawar menjawab dengan nada agak tinggi “ jangan panggil aku Dewi, kau tahu aku sudah pernah menjadi milik oranglain dan orang itu memang sudah tiada namun cintaku masih tetap untuknya, bukankah kau juga sudah punya anak istri yang mungkin sudah menunggumu di rumah.
Hati Ariza bergetar dengan terbata-bata ia menjawab itu “ sampai sa.....saat ini cinta dan hatiku masih untukmu Dewi”
“Sudahlah lupakan semua itu, cintaku sudah ikut terkubur mati bersama suamiku. Jadi tidak ada gunanya kau mengharapkan cintaku, Pergilah !!!!!!! ucap Mawar lalu beranjak pergi meninggalkan Ariza yang hatinyaa hancur dengan perkataan Mawar tadi. Ariza berfikir untuk apa dia hidup tanpa Mawar, bahkan walaupun hanya sekedar bayangan dari Mawar, itu pun sudah lebih dari cukup untuk membuatnya tersenyum dan bertahan. Ariza tak memperhatikan langkah kakinya dan kemana ia melngkah, tiba-tiba dia menyeberang begitu saja memotong jalan dan .... Ssssiiiiiitttt,
Bbbrrrraaaakkk!!! Truk itu menabrak Ariza dia merasa badannya melayang. Ia melihat dirinya sendiri penuh luka dan darah, ia hanya tersenyum dan mendongak ke atas sambil berkata dalam hatinya “ Tuhan semoga orang yang aku sayangi bisa bahagia di dunia ini dan aku sekarang siap menuju hariba’an-Mu, “ perlahan hilang, pudar dan gelap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar